Ilustrasi aliran sesat/Net
Ilustrasi aliran sesat/Net
KOMENTAR

TIDAK terlalu kaget ketika mendengar munculnya suatu aliran agama yang disebut sesat, sebab yang seperti ini sudah terlalu banyak terjadi sebelum-sebelumnya, meski hal ini sangat disayangkan muncul di Indonesia.

Sejak zaman Rasulullah, aliran sesat memang sudah muncul. Mereka mengaku sebagai nabi, padahal jelas-jelas Nabi Muhammad adalah nabi penutup. Tetapi mereka tetap memproklamasikan dirinya sebagai nabi. 

Al-Kazzab atau pendusta, adalah gelar yang dilekatkan pada Musailamah. Dustanya lebih manis daripada gula, sehingga sangat banyak orang yang tertipu dan menjadi pengikut setia. 

Abdurrahman bin Abdul Karim dalam buku Sejarah Terlengkap Nabi Muhammad saw. (2018: 331-332) menerangkan: 

“Setelah tersebarnya Islam di jazirah Arab, kemudian Musailamah menyatakan diri sebagai seorang muslim. Ia juga kemudian membangun masjid di Yamamah. Pada saat yang bersamaan, Musailamah mempelajari sihir dan menyatakan sebagai mukjizat. Musailamah, melalui kemampuan sihirnya, membuat orang-orang percaya bahwa ia seorang nabi. 

Ia juga menyatakan memperoleh wahyu dari Allah Swt dan berbagi wahyu yang sama dengan Nabi Muhammad. Bahkan, ia menyebut dirinya sebagai Rahman dan menyatakan dirinya memiliki sifat ketuhanan. Setelah itu, beberapa orang menerimanya sebagai nabi bersama Nabi Muhammad saw.

Perlahan-lahan, pengaruh dan wewenang Musailamah meningkat terhadap orang-orang dari sukunya. Setelah itu, ia berusaha menghapus kewajiban untuk melaksanakan salat, serta memberikan kebebasan untuk melakukan seks, dan mengonsumsi alkohol. 

Ia juga menyatakan sebagai utusan Allah Swt bersama Nabi Muhammad Saw, dan menyusun ayat-ayat, yang dinyatakan sebagai tandingan ayat Al-Qur’an. Sebagian besar ayat-ayat buatan Musailamah memuji keunggulan sukunya, Bani Hanifah, atas Bani Quraisy.”

Jadi, tidak terlalu mengejutkan jika aliran sesat itu belakangan terus bermunculan. Yang perlu dilakukan adalah memahami mengapa yang demikian dapat terjadi lagi dan lagi? Kenapa sosok Musailamah Al-Kazzab seperti terus menjelma pada manusia-manusia lainnya?

Manusia itu juga makhluk rohani. Kalau tenggorokan haus dapat disiram dengan air. Tetapi jika yang dahaga adalah jiwanya, maka manusia akan terus mencari kesegaran batin. Dan sungguh disayangkan, adakalanya ada yang tersesat dalam fatamorgana. Dikiranya telah mereguk air spiritual tidak tahunya malah terhanyut aliran sesat.

Alih-alih terus mengecam aliran-aliran yang dicap sesat itu, lebih baik kita banyak melihat kepada diri sendiri. Sudah optimalkah memenuhi dahaga jiwa manusia, sehingga terbebas dari aliran sesat? Kalau belum, jangan heran bila aliran menyimpang itu akan terus muncul di masa manapun juga.

Pengajian-pengajian agama perlu lebih disemarakkan, tanpa peduli ada orang tersohor justru mengkritik pengajian. Karena justru, dengan pengajian inilah diharapkan umat memahami ajaran Islam yang murni, yang terjauh dari penyimpangan. Insyaallah orang-orang tidak akan tersesat jika memahami dengan baik ajaran kebenaran Islam.

Ibadah-ibadah juga patut digiatkan lagi hingga benar-benar menyegarkan batin umat. Jangan berhenti pada kegiatan fisik belaka, tapi juga menjadi olah batin yang merasuk hingga ke sukma. Jangan biarkan umat tercekik dahaga spiritual, karena ibadah adalah obatnya.

Namun, berhati-hatilah mencap pihak lain sebagai sesat, karena orang yang berbicara terkadang telah tersesatkan oleh egonya. Ingat, setan piawai sekali bersama dengan orang-orang yang merasa dirinya paling benar. 

Apabila ada suatu aliran yang mengaku penganut Islam tetapi dirasa menyimpang, maka terlebih dahulu kita berkonsultasi dan meminta fatwa kepada ulama yang mumpuni keilmuannya. Kita perlu memiliki alasan yang kokoh supaya bisa bertanggung jawab atas cap sesat tersebut.

Berhati-hati juga dengan pihak-pihak yang menistakan agama Islam, dengan melakukan penyimpangan demi penyimpangan dari pokok-pokok ajaran Islam. Sedikit pun tidak boleh dibiarkan menyimpang, sebab penyimpangan yang secuil itu pula yang menentukan lurus tidaknya umat menjadi muslim sejati.

Akhir hidup Musailamah sama-sama kita ketahui. Nabi palsu itu diperangi di masa kekhalifahan Abu Bakar hingga menemui ajalnya. Tapi opsi perang tidak langsung jadi pilihan, sebab Islam itu agama damai. 

Di Indonesia, ada seseorang yang mengaku sebagai nabi. Tetapi ketika diajak berdialog dengan baik oleh seorang ulama, dia pun bertaubat dan tidak tersesat lagi.

Abdullah Idi dalam buku Dinamika Sosiologis Indonesia (2015: 225-226) mengungkapkan:

“Adanya pemahaman aliran sesat dan aliran tidak sesat, paling tidak dikarenakan adanya alasan tertentu, antara lain: Pertama, secara teologis, telah terjadi penyimpangan mendasar yang dilakukan para pengikut aliran-aliran sesat tersebut. Kedua, secara sosiologis, di mana munculnya berbagai aliran sesat sering kali menimbulkan keresahan dalam masyarakat dan bahkan dapat menimbulkan kekerasan.”

Aspek teologis dan sosiologis itulah yang menjadi alasan penting bersikap sangat waspada pada setiap aliran sesat. Karena yang dipertaruhkan adalah lurusnya akidah dan juga ketentraman kehidupan sosial. 

Apabila kurang tegas menyikapi aliran sesat, justru bisa berujung pada kekerasan dan kerusuhan yang merugikan. Tetap saja cara-cara berhikmah dan nasihat bijak yang patut didahulukan.




Sekali Lagi tentang Nikmatnya Bersabar

Sebelumnya

Anjuran Bayi Menunda Tidur di Waktu Maghrib Hanya Mitos?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur